Kamis, 04 Desember 2008

Maria kRISTIN Yulianti


Jakarta – Nama pebulutangkis Maria Kristin Yulianti tiba-tiba muncul ke permukaan. Gadis kelahiran Tuban, Jawa Timur, 25 Juni 1985 itu, sejenak memukau para pencinta bulutangkis di Tanah Air.Sukses Maria menembus hingga babak semifinal Olimpiade Beijing 2008 seperti setetes embun di padang gersang. Pasalnya, prestasi pebulutangkis tunggal putri Indonesia tengah mengalami masa paceklik yang panjang, tepatnya sejak di tinggalkan Susi Susanti dan Mia Audina. Terakhir, Susi menjuarai tunggal putri Olimpiade Barcelona 1992. Lalu, pengganti Susi, Mia Audina meraih medali perak tunggal putri pada Olimpiade Atlanta 1996. Prestasi serupa diulangi Mia pada Olimpiade Athena 2004. Sayang, waktu itu Mia membela Belanda, tanah air suaminya, setelah Mia mengalami ketidakcocokan de-ngan pengurus PBSI. Kendati belum bisa menyamai prestasi kedua seniornya tadi, Maria membuktikan kalau pebulutangkis tunggal putri Indonesia masih eksis. Ia menjadi satu-satunya pebulutangkis non-China di babak semifinal tunggal putri Olimpiade Beijing. Tidak hanya itu, ia juga satu-satunya pebulutangkis tunggal putri non-unggulan yang menembus hingga babak semifinal. Ketiga semifinalis lainnya adalah unggulan, yakni Xie Xiefang (unggulan 1), Zhang Ning (unggulan 2), dan Lu Lan (unggulan 3). Maria dikalahkan Zhang Ning di semifinal, tapi dalam perebutan peringkat 3 atau perebutan medali perunggu, Maria mengalahkan Lu Lan dan berhak atas medali perunggu. Not so bad-lah. Orang di belakang layar keberhasilan Maria adalah Hendrawan, yang tak kenal lelah membangun dan mengangkat mental serta kinerja asuhannya. Hendrawan pula yang tetap optimistis bahwa pebulutangkis putri Indonesia tidak kalah dari China asal dibina dengan sungguh-sungguh. Kehadiran Maria mengobati kerinduan pencinta bulutangkis Indonesia atas prestasi sektor putri. Sebagai “The Rising Star”, Maria boleh dibilang setara dengan pendahulunya, Susi Susanti maupun Mia Audina. Walau belum mencapai tahap maksimal, Maria sudah menunjukkan penampilan terbaik di Beijing. Peraih medali emas SEA Games Thailand 2007 ini tampil tanpa beban (nothing to loose), tetap feminin, bahkan terlalu sopan buat ukuran pemain bulutangkis. PB PBSI tidak membebani target tertentu kepada Maria. Tampaknya, PBSI cukup tahu diri karena Maria hanya berada di peringkat 21 dunia. Namun semangat, dan kerja keras menyulap pebulutangkis berusia 23 tahun ini tampil bagaikan pemain kelas dunia. Pebulutangkis harapan India, Saina Nehwal, pun dilewati dalam pertarungan tiga set 26-28, 21-14, 21-15 dalam waktu 64 menit di babak awal. Mengenai masa depan prestasinya, Maria belum mau mengungkapkan. Yang pasti, penyuka hidangan laut ini prestasinya tetap berlanjut dan berupaya mengangkat kembali superioritas pebulutangkis putri. “Kunci permainan saya adalah tampil lebih sabar dan tidak terburu-buru dalam menghadapi lawan," kata wanita berkulit hitam manis itu kepada Antara, Jumat (15/8). Satu Dekade Berdasarkan catatan yang ada, sedikitnya satu dekade Indonesia menanti putri terbaiknya lolos ke semifinal Olimpiade. Sejak Susi menikahi Alan Budikusuma, prestasi pebulutangkis tunggal putri Indonesia memasuki masa suram. Di Olimpiade Sydney 2000, dua pebulutangkis putri Lydya Djaelawijaya dan Ellen Angelinawaty tidak maksimal. Kala itu, Lydya dan Ellen tumbang di babak 16 besar. Catatan suram berlanjut di Olimpiade Athena 2004, dimana tak ada satu wakil pun dari sektor putri yang turun berlaga. Selain Susi, Indonesia juga meraih medali emas melalui penampilan ganda putra Ricky Subagja/Rexi Mainaky pada Olimpiade Atlantya 1996. Kemudian Olimpiade Sydney tahun 2000, medali emas bulutangkis Indonesia disumbangkan ganda putra Tony Gunawan/Chandra Wijaya, dan terakhir pada Olimpiade Athena empat tahun lalu, emas bulutangkis dipersembahkan tunggal putra Taufik Hidayat.Namun, Taufik tenggelam di Beijing 2008 dan tersingkir di babak pertama. Namun, tenggelamnya Taufik tidak serta-merta menenggelamkan harapan Indonesia. Setelah Maria meraih perunggu, Indonesia masih berpeluang menangguk medali emas melalui ganda campuran Nova Widhianto/Lilyana Natsir dan Flandy Limpele/Vita Marissa yang akan bertanding di semifinal Sabtu (16/8). Nova/Liliyana menghadapi unggulan keempat China He Hanbin/Yu Yang, sedang Flandy/Vita akan menghadapi pasangan Korea Selatan Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung. Rakyat Indonesia, di tengah peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-63, berharap semoga tradisi emas Olimpiade tetap berlanjut. Yah, hitung-hitung kado untuk HUT Republik Indonesia. n


dikutip:darisiniarharapan

Tidak ada komentar: